Musibah dalam bahasa Indonesia
diartikan “bencana”, “kemalangan”, “cobaan”. Dalam Al-Quran ada 67 kali kata
yang seakar dengan kata musibah dan 10 kali kata musibah. Musibah pada mulanya
berarti “sesuatu yang menimpa atau mengenai”. Sebenarnya sesuatu yang menimpa
itu tidak selalu buruk. Hujan bisa menimpa kita dan itu dapat merupakan sesuatu
yang baik. Memang, kata musibah konotasinya selalu buruk, tetapi karena boleh
jadi apa yang kita anggap buruk itu, sebenarnya baik, maka Al-Quran
menggunakan kata ini untuk sesuatu yang baik dan buruk (QS. Al-Baqarah :
216)
Al-Quran mengisyaratkan bahwa tidak disentuh seseorang oleh
musibah kecuali karena ulahnya sendiri, tetapi disisi lain, ketika Al-Quran
berbicara tentang balâ`, dikatakannya musibah itu datang dari Allah
swt. Tidak ada musibah yang terjadi kecuali atas izin Allah ketika kita
berbicara tentang bala (yang diartikan juga bencana). Sebenarnya bala pada
mulanya berarti “menguji” bisa juga berarti “menampakkan”. Seseorang yang diuji
itu dinampakkan kemampuannya.
Itu sebabnya Allah swt menyatakan: “Allah yang
menciptakan hidup dan mati untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih
baik amalnya.” (QS. Al-Mulk : 2). Kita lihat ujian/bala datangnya dari
Tuhan. “Kami pasti akan menguji kamu sampai Kami tahu siapa orang-orang
yang berjihad di jalan Allah dan bersabar.” (QS. Muhammad : 31) Allah
menurunkan bala tanpa campur tangan manusia. “Kami pasti menurunkan sedikit
rasa takut, sedikit rasa lapar… Berilah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.” (QS. Al-Baqarah : 255)
Hidup ini ujian. Ujian ini bisa berupa sesuatu yang disenangi, bisa juga berbentuk sesuatu yang tidak disenangi. Siapa yang mengira bahwa kekayaan dan kesehatan adalah tanda cinta Tuhan maka dia telah keliru. Siapa yang menduga bahwa suatu hal yang terasa negatif adalah tanda benci Tuhan, itupun dia telah keliru. Allah mengecam kepada orang-orang yang apabila diberi nikmat oleh Tuhan, lantas berkata, “Saya disenangi Tuhan,” dan kalau Tuhan menguji dia sehingga mempersempit hidupnya, dia lantas berkata, “Tuhan membenci saya, Tuhan menghina saya.”
Jangan duga,
saudara-saudara kita yang meninggal dan ditimpa musibah itu dibenci Tuhan.
Jangan duga yang menderita itu dimurkai Tuhan. Jangan duga yang berfoya-berfoya
disenangi Tuhan. Kallâ! Tidak! Di sini Allah menggunakan kata balâ`
yang artinya menguji, karena itu jangan cepat-cepat berkata bahwa bencana
itu murka Tuhan.
Dulu zaman
Nabi, banyak sahabat gugur di medan perang, terluka sekian banyak sahabat Nabi,
bahkan Nabi pun terluka. Allah swt pasti tidak benci pada Nabi, sehingga beliau
terluka. Allah pasti merestui sahabat yang gugur itu, walaupun mereka
menderita. Ketika itu turun ayat: “Jangan merasa rendah hati, jangan merasa
terhina, jangan larut dalam kesedihan. Kamu adalah orang-orang yang mendapat
kedudukan yang tinggi selama kamu beriman.” Di surah Âli ‘Imrân, Allah
berfirman, tujuan Allah turunkan cobaan ini adalah supaya Allah mengangkat dari
kalangan kamu sebagai syuhada.
Kita bisa
berkata bahwa yang gugur mendapatkan bencana ini, disiapkan oleh Tuhan tempat
yang tinggi, karena mereka adalah orang-orang mukmin. Dan tujuan Allah
turunkan bencana ini adalah supaya Allah mengetahui siapa orang yang
benar-benar beriman dan yang tidak. Karena itu jangan menggerutu, karena
Allah memberikan tempat yang sebaik-baiknya. Allah swt berfirman bahwa Dia juga
akan membersihkan hati kamu dan menghapus dosa-dosa kamu. Agama mengingatkan
kita semua bahwa Tuhan punya tujuan.
Dalam hidup
ini, Allah menciptakan manusia untuk tujuan tertentu. Dalam sebuah hadis, Allah
menciptakan makhluk yang ditugaskannya untuk memenuhi kebutuhan makhluknya yang
lain. Ada orang kaya yang diberi kekayaan, yang sebenarnya dipilih Allah
agar orang itu memberi bantuan kepada orang yang butuh. Mudah-mudahan kita
termasuk orang-orang yang dipilih Allah itu. Ada lagi orang yang diciptakan
Allah untuk menjadi “alat” Tuhan untuk mengingatkan orang lain. Para syuhada
ini adalah alat-alat yang dipilih Allah. Itu sebabnya kita baca di dalam Al
Quran ada istilah ‘ibâdullâh mukhlashîn atau hamba-hamba Allah yang
dipilih.
Sekarang ini
banyak orang yang lengah dan lupa kepada Allah. Memang rutinitas sering
menjadikan kita lupa kepada Allah. Karena itu kita perlu diingatkan. Ada
orang-orang yang tidak menyadari adanya Allah karena melihat segala sesuatu
berjalan harmonis. Tuhan ingin mengingatkan orang-orang tersebut, bahwa jangan
duga Allah telah lepas tangan. Diingatkannya manusia melalui bencana.
Kalau dulu sekian banyak orang yang lupa Allah, sekarang Dia mengingatkan kita
melalui rahmatNya.
Itu sebabnya di dalam Al-Quran,
disebutkan: “Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali
atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak
mengambil pengajaran?” (QS. At-Taubah : 126). Jadi sekali lagi, saya tidak
melihat ini sebagai murka Allah. Ini rahmatNya kepada kita yang hidup,
supaya kita ingat kepada Allah, supaya lebih dalam lagi solidaritas kita,
supaya kita lebih dekat lagi kita kepada Allah, supaya lebih terasa lagi
kehadiran Allah. Dan yang gugur, yang luka, yang menderita itu dijadikan
oleh Allah sebagai alat-alatNya untuk mengingatkan kita, itulah mereka yang
dinamai dengan ‘ibâdullâh mukhlashîn atau hamba-hamba Allah yang terpilih.
Dia pilih
orang-orang yang gugur, Dia pilih anak-anak, Dia pilih orang-orang tua, untuk
Dia jadikan syuhada; Dia jadikan saksi-saksi, Dia jadikan alat-alatNya. Untuk
siapa? Untuk kita yang hidup. Allah tidak menyia-nyiakan mereka. Di dalam
hadis, Allah katakan, “Seandainya bukan karena anak-anak yang masih menyusu,
seandainya bukan karena orang tua yang sedang bungkuk, seandainya bukan karena
binatang-binatang, niscaya Allah akan menjatuhkan siksa kepada kamu, siksaan
yang luar biasa.” Tapi mengapa yang diambil olehNya disana anak-anak, orang
tua, binatang? Itu yang menjadikan kita bersangka baik kepada Allah dan
menyatakan bahwa ini bukan murka, ini hanya peringatan. Kita terima itu.
Peringatan untuk kita yang hidup. Kita tidak perlu larut dalam kesedihan,
tetapi kita perlu mengambil pelajaran.
Salah satu
pelajaran adalah kita lihat di televisi, kita lihat badan-badan mereka, rupanya
begitulah juga badan kita. Jangan terlalu memberi perhatian kepada badan
dengan melupakan ruh. Itu pelajaran yang dapat kita angkat. Jangan menilai
orang dari penampilannya. Lihatlah itu semua, dan ingat dalam Al Quran; Allah
berulang-ulang, “Apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan
peringatan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika
mereka sedang bermain?” (QS. Al-A’râf : 98). Ini yang kita lihat.
Sebenarnya tujuannya adalah untuk kita. Allah merahmati kita dengan memberi
peringatan.
Ketika
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ditikam, beliau berteriak: “Demi Tuhan Ka’bah,
saya telah memperoleh keberuntungan.” Beruntung karena mati. Allah mengangkat
derajat beliau. Allah mendudukkan pada kedudukan yang demikian tinggi karena
mati syahid. Nah, kalau kita membaca ayat di surah Âli ‘Imrân: … supaya Dia
mengangkat diantara kamu syuhadâ` (orang-orang yang menjadi saksi) dan
untuk membersihkan hati kamu dari segala macam dosa. Untuk orang-orang yang
meninggal, kita antar dengan rasa sedih tetapi dalam saat yang sama
beruntunglah mereka. Dan yang tinggal, kita harapkan mendapatkan pelajaran dari
ujian ini, dari bencana ini. Mudah-mudahan kita dapat menyusul mereka dalam
kematian yang diridhai Allah.
Itu sebabnya ada doa yang
diajarkan Nabi :
“Ya Allah, kami
bermohon kepadamu, hidup yang sebaik-baiknya, dan kematian yang sebaik-baiknya,
serta segala yang baik yang berada diantara hidup dan mati. Ya Allah,
hidupkanlah kami dalam kehidupan orang-orang yang Engkau senangi agar dia tetap
hidup, dan wafatkanlah dalam wafat orang-orang yang Engkau sukai untuk bertemu
dengannya.”
Diambil
dari Metro TV 2 Januari 2005, dengan perubahan teks seperlunya

Tidak ada komentar:
Posting Komentar