Rabu, 08 Mei 2013

Memahami jalan yang lurus


Setiap hari paling sedikit 17 kali kaum muslim bermohon agar diantar menuju “Shirat al Mustaqim’’ yang bisa diterjemahkan dengan “jalan  yang lurus” menarik untuk diketahui bahwa dalam basa Al Qur’an, kata “shirat” berati “Jalan yang lurus”, katakanlah semacamjalan tol” . kata ini terambil dari kata akar yang berarti “menelan”. Seakan-akan, karena luasnya, ia menelan pejalan yang lalu lalang disana. Seorang yang menelusuri jalan tol, bila tersesat, dia akan sampai ke tujuan dengan cepat karena jalan tersebut bebas hambatan
Al-Quran juga menggunakan istilah ”sabil” dalam arti “jalan”. Namun jika diamati, kata ini berbeda dengan Shirat-  digunakan oleh Al Quran dalam bentuk tunggal dan jamak serta dirangkaikan dengan sesuatu yang menunjuk kepada Tuhan seperti kata “Sabilillah” dan “Sabula rabbina”, atau juga dirangkaian dengan hamba-hamba Tuhan yang taat dan yang durhaka ( sabil al muttaqin dan sabil al mujrimin) . Kalau demikian halnya, ternyata banyak “Sabil” (banyak jalan). Dan banyak jalan menyebabkan seseorang harus selalu berhati-hati jangan sampai terjerumus ke jalan yang sesat. Carilah jalan lurus yang tidak berliku-liku agar selamat.

Sekali lagi Al Quran memberikan petunjuk bahwa jalan yang baik dihimpun oleh suatu ciri, yaitu “Kedamaian, ketentraman dan ketenangan”. Semua  jalan yang bercirikan hal tersebut , pasti bermuara ke jalan yang luas lagi lurus yang dinamai dengan “ shirat al mustaqim”. Allah berfirman; “ Dengan Al Quran Allah menunjuki orang- orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan (kedamaian) dan mengeluarkan mereka  dari gelap gulita menuju terang benderang dengan seizin-Nya dan mengantar mereka ke jalan yang lurus”  (QS 5;16).
Apa makna ini semua? Hemat saya, maksudnya adalah pesan Al Quran untuk tidak bersikap picik karena banyak jalan menuju “ Shirat al mustaqim” semua jalan yang bercirikan  kedamaian dalam keselamatan akan bermuara ke sana. Pesan Al Qur’an; Jangan mempersempit Shirat, ia dapat menampung semua pejalan; semua aliran, semua pendapat dan mazhab, selama bercirikan “as salam”. Jalan menuju surga adalah lebar, siapa pun dapat menelusurinya.
Tapi benarkah jalan yang ditawarkan itu luas dan lebar? Bukankah banyak larangan agama yang menghambat lajunya lalu lintas kehidupan sehingga jalan terasa sempit? Untuk menjawab pertanyaan ini, baiklah kita menjawab secara jujur pertanyaan berikut; benarkah lampu-lampu lintas menghambat perjalanan seseorang? Benarkah berhenti sejenak mematuhi isyarat lampu merah memperlambat seseorang sampai ke tujuan? Bukankah ketiadaan lampu justru mempersempit jalan dan memperlambat arus?
Agama menuntut kita untuk mematuhi rambu-rambu jalan serta isyarat-isyaratnya, baik yang terdapat dalam perjalanan dari dan ke rumah maupun dalam perjalanan hidup ke rumah yang kekal di sisi Tuhan. Jalan yang disiapkan adalah jalan yang luas lagi lurus.
Dalam sebuah perjalanan individupun disana akan banyak ditemui berbagai masalah dan hambata yang kadang kala “menurut kita” hak itu menghalangi jalan hidup yang kita lalui, yang pada dasarnya setiap langkah, setiap inci sesuatu yang kita alami adalah kehendak Allah, sedangkan Dia adalah Dzat Pencipta, Dzat  yang maha tahu serta maha kuasa, yakinlah apa yang kita  temui dalam setiap senti hidup kita adalah rencana Allah yang begitu indah yang mungkin kita memang belum kita ketahui.
Akhirnya, semoga bermanfaat semoga Allah selalu membimbing setiap hati kita berdetak, setiap kaki kita melangkah dan setiap tubuh kita bergerak. Amien..

(Deberapa bait naskah dikutip dari buku Lentera hati, Quraish Shihab 1994)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar