Setiap hari paling sedikit 17 kali kaum muslim
bermohon agar diantar menuju “Shirat al Mustaqim’’ yang bisa
diterjemahkan dengan “jalan yang lurus”
menarik untuk diketahui bahwa dalam basa Al Qur’an, kata “shirat” berati
“Jalan yang lurus”, katakanlah semacam “jalan tol”
. kata ini terambil dari kata akar yang berarti “menelan”. Seakan-akan,
karena luasnya, ia menelan pejalan yang lalu lalang disana. Seorang yang
menelusuri jalan tol, bila tersesat, dia akan sampai ke tujuan dengan cepat
karena jalan tersebut bebas hambatan
Al-Quran juga menggunakan istilah ”sabil”
dalam arti “jalan”. Namun jika diamati, kata ini berbeda dengan Shirat- digunakan oleh Al Quran dalam bentuk tunggal
dan jamak serta dirangkaikan dengan sesuatu yang menunjuk kepada Tuhan seperti
kata “Sabilillah” dan “Sabula rabbina”, atau juga
dirangkaian dengan hamba-hamba Tuhan yang taat dan yang durhaka ( sabil al
muttaqin dan sabil al mujrimin) . Kalau demikian halnya,
ternyata banyak “Sabil” (banyak jalan). Dan banyak jalan menyebabkan
seseorang harus selalu berhati-hati jangan sampai terjerumus ke jalan yang
sesat. Carilah jalan lurus yang tidak berliku-liku agar selamat.
Sekali lagi Al Quran memberikan petunjuk bahwa
jalan yang baik dihimpun oleh suatu ciri, yaitu “Kedamaian, ketentraman dan
ketenangan”. Semua jalan yang bercirikan
hal tersebut , pasti bermuara ke jalan yang luas lagi lurus yang dinamai dengan
“ shirat al mustaqim”. Allah berfirman; “ Dengan Al
Quran Allah menunjuki orang- orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan (kedamaian) dan mengeluarkan mereka
dari gelap gulita menuju terang benderang dengan seizin-Nya dan
mengantar mereka ke jalan yang lurus” (QS 5;16).
Apa makna ini semua? Hemat saya, maksudnya
adalah pesan Al Quran untuk tidak bersikap picik karena banyak jalan menuju “ Shirat
al mustaqim” semua jalan yang bercirikan kedamaian dalam keselamatan akan bermuara ke
sana. Pesan Al Qur’an; Jangan mempersempit Shirat, ia dapat menampung
semua pejalan; semua aliran, semua pendapat dan mazhab, selama bercirikan “as
salam”. Jalan menuju surga adalah lebar, siapa pun dapat menelusurinya.
Tapi benarkah jalan yang ditawarkan itu luas
dan lebar? Bukankah banyak larangan agama yang menghambat lajunya lalu lintas
kehidupan sehingga jalan terasa sempit? Untuk menjawab pertanyaan ini, baiklah
kita menjawab secara jujur pertanyaan berikut; benarkah lampu-lampu lintas
menghambat perjalanan seseorang? Benarkah berhenti sejenak mematuhi isyarat
lampu merah memperlambat seseorang sampai ke tujuan? Bukankah ketiadaan lampu
justru mempersempit jalan dan memperlambat arus?
Agama menuntut kita untuk mematuhi rambu-rambu
jalan serta isyarat-isyaratnya, baik yang terdapat dalam perjalanan dari dan ke
rumah maupun dalam perjalanan hidup ke rumah yang kekal di sisi Tuhan. Jalan yang
disiapkan adalah jalan yang luas lagi lurus.
Dalam sebuah perjalanan individupun disana
akan banyak ditemui berbagai masalah dan hambata yang kadang kala “menurut kita”
hak itu menghalangi jalan hidup yang kita lalui, yang pada dasarnya setiap
langkah, setiap inci sesuatu yang kita alami adalah kehendak Allah, sedangkan
Dia adalah Dzat Pencipta, Dzat yang maha
tahu serta maha kuasa, yakinlah apa yang kita
temui dalam setiap senti hidup kita adalah rencana Allah yang begitu indah
yang mungkin kita memang belum kita ketahui.
Akhirnya, semoga bermanfaat semoga Allah selalu
membimbing setiap hati kita berdetak, setiap kaki kita melangkah dan setiap
tubuh kita bergerak. Amien..
(Deberapa bait naskah dikutip dari buku Lentera hati, Quraish Shihab 1994)
(Deberapa bait naskah dikutip dari buku Lentera hati, Quraish Shihab 1994)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar