Rabu, 16 Oktober 2013

Mencapai Puncak Khusyu'

Kelahiran manusia di dunia ternyata merupakan tahap perjalanan yang harus dilalui, dalam tahap perjalanan haqiqi untuk mencapai kehidupan yang sebenarnya, dalam hal ini kehidupan manusia dihadapkan pada beberapa realita yang begitu berwarna, beragam serta bervariasi manusia memiliki tahap untuk berproses mulai sejak awal dia membuka mata dan menghirup udara, sampai akhirnya dia menutup mata dan harus berhenti bernafas.

Tuhan (baca: Allah) sebagai pencipta telah menciptkan manusia, hewan dan tumbuhan dimukan bumi sebagai bukti kekuasaan dan kebesarannya, bukti keberadaan dan kekuasaan-Nya ini tentu harus dipahami disadari serta dimengerti oleh makhluknya khusunya manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah dengan paling sempurnanya bentuk, dengan memiliki akal dan hati dan pikiran, manusia bisa lebih mulia dari malaikat, pun bisa lebih bejat dari hewan, hal itu tentu dipengaruhi oleh bangaimana kita mengatur dan mempola diri menjadi manusia yang betul betul sebagai manusia yang kaffah.

Kehidupan manusia didunia yang telah Allah berikan sebenarnya merupakan peluang serta kesempatan yang sebenarnya amat sangat sayang sekali untuk dilewatkan sia-sia begitu saja, betapa tidak umur manusia yang hanya sebatas "rambut jagung" jika dibandingkan dengan kehidupan setelah kematian hanya amat sangat begitu singkat, dengan begitu seharusnya manusia bisa sadar dan memahami bahwa kehidupan didunia ini ibarat orang yang sedang berada diujung tanduk, seakan-akan ia akan jatuh dari tebing tinggi, seharusnya ia memegang erat dan menjaga keseimbangan selagi ia bisa, jangan malah enteng dan lupa hakikat hidup yang sebenarnya yaitu berpegang teguh kepada pencipta, berpegang teuh kepada Allah

Mengutip redaksi para waliyullah tentang Allah, seperti halnya pendapat sunan Gunung jati bahwa "Adapun Allah itu adalah berwujud haq"  pendapat Sunan Giri-Pun berbeda "Allah itu adalah jauhnya tanpa batas, Dekatnya tanpa rabaan"  Sunan Bonang berkata: "Allah itu tidak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.; Sunan Kalijaga menyatakan, Allah itu adalah seumpama memainkan wayang, Syekh Maghribi berkata, Allah itu meliputi segala sesuatu. meihat berbagai pendapat para wali ini menyimpulkan bahwa setiap kepala memang memiliki keyakinan yang berbeda, tingkatan yang berbeda serta pendapat yang berbeda, terlepas dari itu semua adalah bagaimana kita meyakini dengan  "Haqqul yakin" bahwasanya Allah-lah Dzat yang memang harus selalu kita ingat untuk selalu berpegang teguh dan memohon.



Lantas bisakah kita dekat dan mencapai puncak kedekatan kita dengan Allah..? Dalam Al Qur'an Allah menjelaskan bahwa: 

Dan Sungguh kami telah menciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya QS. Qaff (50:16) . 

Bisakah kita bayangkan bahwa urat leher itu ada di dalam tubuh kita sedangkan Allah menerangkan bahwa ia lebih dekat dengan urat leher kita sendiri, urat leher yang telah menyatu yang sebenarnya telah menjadi satu badan dengan kita ternyata Allah masih lebih dekat dengan itu partikel/ atom yang menjadi satu kesatuan dalam tubuh sebagai ut=rat leher penyambung atau bagian oragn penting tubuh ini tetap hidupm dan sebenarnya sudah satu bagian dengan tubuh seseorang, Allah ternyata menjelaskan bahwa sesungguhnya Dia lebih dekat dengan hal itu dan  bisa mengetahui apa-apa yang terdetik dalam hati seseorang.

Ada beberapa kelompok Islam yang meyakini bahwa Allah dapat menyatu dengan tubuh manusia ( wihdatul wujud ) sehingga orang yang mempunyai ilmu yang tinggi dapat melakukan hal tersebut…”kata mereka”. Benarkah itu?
Dalam kajian singkat ini kita coba uraikan apa dan bagaimana sebenarnya paham dan keyakinan golongan tersebut berdasarkan Alquran dan Hadist yang ditafsirkan oleh ulama-ulama Shalafush shaleh. Semoga kita selamat dari hal yang sesat dan menyesatkan umat. Insya Allah 

Surat Al A’raf 143
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Allah berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir diuraikan mengenai ayat tersebut bahwa “Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak pada gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia”.

Ayat di atas adalah satu contoh bahwa Allah akan memperlihatkan kekuasaan diriNya diatas gunung, namun apa yang terjadi ? gunung tempat Allah akan memperlihatkan itu hancur berantakan. Apa yang akan terjadi jika Allah akan menyatu dengan tubuh manusia ?. kemungkinan besar manusia itu akan hancur seperti debu.

Dalam kaitannya mendekatkan atau menjadikan Allah seakan-akan dekat dengan kita adalah, mengatur perasaan serta fikiran bagaimana seakan-akan kita melihat Allah, dan jikapun hal itu tidak bisa kita lakukan berfikir dan rasakanlah bahwa Allah itu selalu melihat kita, selalu dekat dengan kita. satu media yang memberi banyak peluang dekat dengan Allah adalah ketika Dzikir dan Sahalat, diamana kita dituntut untuk mengingat, meresapi berusaha memaknai dan mengerti apa kandungan bacaan dalam sholat, ketika berdzikir dan mengingat Allah adalah satu kesempatan emas bagaimana kita bisa menyatu dan mengingat Allah, menghayati bahwa Allah selalu melihat apa yang kita langgar, dosa-dosa kita dan ketika bersombong diri, padahal pada hakikatnya Dia-lah Allah pemilik segala sesuatu.

Disaat kita dekat dengan Allah atau paling tidak berusaha mendekatkan diri dengan Allah, seakan-akan hati ini akan berdegup bergetar serta berguncang hebat, tanpa disadari tangispun tak mampu dibendung tak ada sesautu yang lebih berharga dan lebih penting kecuali selalu ingin dekat dengan Allah, seperti pada kutipan Seorang sufi Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi, bahwasannya untuk mabuk kita tidak butuh Anggur, namun mengingat Tuhan (Allah)-pun kita bisa larut dan Mabuk. Wallahu A'lam.

Refleksi Ceramah Ied Adha 1434 H/  15 oktober 2013, KH Abdul Hannan Karief, PPs Nurul Hidayah Lembung.

2 komentar:

  1. Jadi, kekhusyuan itu dapat dicapai dengan latihan banyak dzikir. Melihat alam, menikmati kekuasaan dan kebesaran Allah yang berada di balik penciptaan.

    Subhanallah, semangat ustad.. teruslah menulis.. jangan lupa kita harus banyak silaturrahim.. rumah mayaku di buka lebar-lebar jika antum berkenan berkunjung;;
    Ini alamat rumah mayaku.. (http://ngeblok-asyik.blogspot.com)

    BalasHapus
  2. Thanks so much Ustad, you're most welcome

    sempat saya baca beberapa artikel di blog antum, menggugah dan inspirarif.
    lanjutkan..!

    BalasHapus